Mengaktifkan Kembali Pesantren Di Tengah Upaya Pencegahan Wabah Corona


 Oleh: Muhammad Jamhuri
Mukaddimah
Pesantren sebagai institusi pendidikan tertua di Indonesia hingga kini masih eksis. Keberadaannya kini mendapat pengakuan melalui terbitnya Undang-undang No. 18 Tahun 2020 Tentang Pesantren. Dengan demikian pesantren disamakan dengan sistem pendidikan lain di Tanah Air.
Salah satu kegaiatan di pesantren
Sejak mulai merebaknya wabah Corona di bulan Maret, pemerintah daerah dan pusat telah menerbitkan beberapa peraturan terkait pencegahan virus Corona di tengah-tengah masyarakat. Salah satunya kebijakan social distancing atau fisicaly distancing, yang mengharuskan masyarakat tidak melakukan kerumunan atau perkumpulan, baik di kantor, tempat kerja, pendidikan, sekolah,  bahkan di tempat ibadah. Kondisi ini menyebabkan beberapa tempat tersebut berada dalam pengawasan petugas.

Pesantren sebagai lembaga pendidikan terkena dampak peraturan tersebut. Sehingga para pimpinan pesantren pun meliburkan santri-santrinya. Kebijakan pesantren-pesantren dalam meliburkan santri nya pun berbeda-beda. Ada pesantren yang sejak peraturan diterbitkan, santri langsung dipulangkan. Namun ada pula pesantren yang meliburkan santrinya beberapa waktu setelah itu. Bahkan ada pula yang tidak meliburkannya sama sekali.

Setelah hampir dua bulan pesantren-pesantren itu meliburkan santrinya, mulai terjadi kegamangan di masyarakat pesantren, baik pimpinan pesantren, santri, maupun orang tua santri. Sampai kapankah para santri dapat kembali ke pesantren? Hal ini terjadi karena sudah beberapa kali dilakukan perpanjangan masa liburan atau Stay Home. Masalahnya, sampai saat ini tidak ada yang dapat memprediksi kapan hilangnya virus Corona? Kapan kondisi boleh normal kembali?.

Komunitas Pesantren Berbeda Dengan Masyarakat Umum Lainnya.
Salah satu sebab perbedaan masa liburan para santri antar beberapa pesantren akibat Corona, adalah para pimpinan pesantren, santri dan orang tua meyakini bahwa justru lingkungan pesantren lebih aman dibanding lingkungan lainnya, termasuk lingkungan rumah. Hal itu disebabkan karena para santri sudah terkarantina secara otomatis di lingkungan pesantren. Sedangkan jika santri di rumah, mereka masih mungkin berpergian keluar serta berinteraksi dengan orang yang rentan tertular. Sementara protocol pencegahan pun belum tentu dilaksanakan di lingkungan rumah. Sedangkan pesantren sebagai lembaga, tentunya akan melakukan protocol pencegahan dengan melengkapi fasilitas pencegahan virus Corona.

Selain itu, ada suatu keyakinan di kalangan orang tua santri bahwa lebih aman tinggal di pesantren dikarenakan anak-anak santri di pesantren dibekali dengan wirid dan doa-doa. Termasuk doa pencegahan dari wabah penyakit.

Sistem pendidikan di pesantren pun berbeda dengan sekolah lain. Di pesantren mereka belajar dan hidup 24 jam dalam lingkungan terbatas. Mereka tidak berinteraksi dengan dunia luar kecuali saat liburan semester atau menjelang hari raya. Jika para santri semua dalam kondisi sehat, maka mereka sudah berada di lingkungan karantina orang-orang sehat dan tidak akan terkapar oleh virus Corona yang penyebabnya adalah penularan dari orang lain.

Berbeda dengan sistem pembelejaran sekolah biasa dengan sistem non boarding. Para siswa setiap harinya pulang pergi dari rumah ke sekolah dan sebaliknya. Sehingga dalam interaksi itu sangat potensial terkapar virus Corona. Baik saat berada di lingkungan sekolahnya, di rumahnya, maupun di luar dengan lingkungan lainya.

Kecendrungan Kebijakan Pemerintah (Pusat)
Institusi pendidikan, termasuk pesantren harus mengupdate perkembangan berita tentang virus Corona dan segala hal yang berhubungan dengannya. Baik berupa peraturan-peraturan yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah, maupun beberapa peristiwa di daerah dan negara lain sebagai bahan perbandingan.

Saat ini, PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) adalah acuan yang dipakai pemerintah dan masyarakat di masa wabah Corona. Sehingga beberapa daerah membatasi masuknya warga lain ke daerah yang diberlakukannya PSBB, demikian juga sebaliknya. Di tingkat RT dan RW pun dibatasi gerak masyarakat dalam keluar masuk suatu wilayah. Bahkan shalat Jumat dan dan acara-acara yang mengundang kerumunan masa pun dilarang, seperti tabligh/ceramah, pernikahan dan rapat terbuka. Kini semuanya dilakukan via internet.

Namun dengan masa yang panjang dan tidak jelas batas waktu pembatasan ini membuat masyarakat jenuh dan bosan. Belum lagi mereka merasakan dampaknya secara ekonomi, sementara bantuan yang harusnya dipenuhi pemerintah maih menyimpan banyak masalah. Belum lagi beberapa kalangan ingin kembali melaksanakan ibadah ke masjid seperti layaknya keadaan normal, terlebih memasuki bulan Ramadhan, lalu ditambah akan tibanya hari raya Idul Fitri.
Kekecawaan mereka tembah memuncak, saat beberapa kalangan mengadakan konser terbuka hal mana terjadi berkumpulnya manusia, sehingga kebiajakan PSBB tentang social distancing, fisicly distancing terabaikan. Lebih kecewa lagi, justru sebagian pelaku dan pelaksananya adalah oknum pemerintah.

Sebelum Konser yang memancing protes masyarakat ini terjadi, pemerintah telah mewacanakan isu “Relaksasi”. Alasannya, karena kondisi ekonomi negara yang terus menurun serta macetnya sentra-sentra ekonomi. Karenanya diperlukan suasana dikembalikan sehingga perputaran ekonomi berjalan kembali. Ide ini pun mendapat banyak dikritik, terutama dari para ahli kesehatan sebagai garda terdepan dalam peperangan melawah pandemi virus Corona ini.

Terakhir, bergulir wacana “Herd Immunity” di tengah anggapan bahwa Lokcdown dan PSBB tidak berhasil diterapkan di Indonesia. Herd Immunity, adalah suatu situasi dimana manusia akan teruji imunitas masing-masing dan jika dalam populasi tertentu dapat menghentikan penyebaran penyakit. Jika ini diterapkan maka akan banyak kelonggaran-kelonggaran. WHO sendiri tidak merekomendasikan Herd Immunity ini. Namun beberapa negara seperti Swedia telah menerapkannya. Hasilnya, sebagaian tubuh populasi manusia menjadi terbiasa menghadapi virus sehingga immune-nya mampu mengatasinya. Akan tetapi para ahli medis mempredeksi cara ini akan lebih banyak korban virus Corona, terutama mereka yang memiliki daya immun yang kurang. Akibatnya rumah sakit akan dibanjiri korban virus.

Melihat kondisi ekonomi dan sosial, serta beberapa wacana perlonggaran sosial yang berasal pejabat pemerintah akhir-akhir ini, termasuk acara konser belakangann ini, agaknya cepat atau lambat, cara Herd Immunity ini akan diterapkan oleh pemerintah meskipun tidak secara langsung. Seperti isu-isu lainnya, pemerintah biasanya tetap akan melangsungkan apa yang menjadi keinginannya, seperti kenaikan harga BBM, BPJS, Pemindahan Ibu Kota dan lainnya, yang meskipun mendapat banyak kritik, tapi tetap jalan. Terlebih akibat Lokcdown dan PSBB yang dianggap menggoyang roda ekonomi.

Beberapa langah pelonggraan jika kebijakan Herd Immunity diambil ini antara lain:
  • Pelan-pelan toko, mall, transportasi akan dibuka, walau dengan protocol kebersihan/kesehatan yang tinggi
  • Pelan-pelan sekolah mulai dibuka
  • Pelan-pelan kantor dan aktifitas massal mulai diperbolehkan aktif kembali
Herd Immunity jika diterapkan akan memiliki sisi positif dan negatif. Sisi negatifnya  antara lain: (1) Akan kehilangan penduduk hampir separuh jumlah jiwa (2) Kematian massal (3) Rumah Sakit akan super kewalahan. Sedangkan Sisi positifnya: (1) Pendemi akan cepat berakhir, (2) Akan terbentuk manusia baru yang lebih kebal, beradaptasi dengan penyakit baru (3) Perekenomian tak terhambat perkembangannya

Membuka Kembali Aktifitas Pesantren
Dengan kemungkinan perkembangan kondisi yang ada, terutama pemerintah mulai melakukan pelonggran, Pesantren dapat melakukan membuka kembali aktfitas pesantrennya. Baik di wilayah merah (tingkat penyebaran sangat tinggi), kuning (tingkat penyebaran sedang), maupun hijau (tingkat penyebaran kurang). Pesantren yang berada di wilayah hijau tentunya dapat lebih mudah dan memungkinkan dibuka kembali di banding pesantren yang berada di wilayah kuning dan merah. Akan tetapi, membaca trend kebijakan yang akan diambil pemerintah pusat, maka kebijakan itu akan “melunakkan” peraturan yang diterapkan pemerintah daerah. Oleh sebab itu, pesantren perlu melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
  1. Meminta pendapat dan masukan dari para orang tua santri tentang langkah pembukaan kembali aktifitas pesantren di kondisi yang ada. Ini dapat kita minta melalui google doc atau smart phone.
  2. Pesantren selalu berkordinasi dengan perangkat dan pejabat daerah, mulai dari RT, RW, Keluarahan hingga kecamatan serta muspika. Hal itu untuk membangun kesepahaman bersama antara pihak pesantren dan pemerintah setempat. Pihak pesantren hendaknya menyiapkan segala argumentasi yang layak, atau jika diperlukan pesantren melakukan studi kelayakan terlebih dahulu. Terkait dengan pesantren dengan kondisi riil daerah, kondisi masyarakat, santri, wali santri, santri dan institusi pesantren lainnya dan melakukan komparasi dengan lembaga lain atau pusat keramaian lain yang dilonggarkan . Pesantren juga perlu meyakinkan bahwa jika dibuka kembali akan menerapkan protocol kesehatan yang standard dan ketat, meski pun pesantren masih berada di wilayah hijau.
  3. Sebelum kembalinya para santri ke pesantren, mereka diminta untuk mengecek kesehatannya terlebih dahulu 2 hari sebelum kembali ke pesantren, serta 2 pekan sebelum ke pesantren untuk tetap berada di rumah dalam keadaan sehat.
  4. Jika pesantren dibuka kembali maka Pesantren harus membuka lembaran baru dan memulai kebiasaan baru. Antara lain pola hidup dan lingkungan sehat. Ini membutuhkan semacam pembiasaan baru, selain fasilitas baru yang terkait dengan protocoler pencegahan virus. (termometer, hand sanitizer, wastapel untuk cuci tangan, sabun, alat semprot disinfectan dan lain-lain). Adapun pembiasaan baru, dapat dilakukan dengan cara terus menerus diberikan pengarahan dan penyadaran serta penerapan peraturan dan hukuman kepada para santri atau warga pesantren.
  5. Kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan  daya imun santri perlu dijadwalkan dan dilakukan secara disiplin seperti berjemur mulai jam 10.00, berolah raga setiap hari serta hanya mengkonsumsi makanan bergizi yang disediakan pesantren, baik makanan dari dapur umum maupun koperasi. Tentunya ini akan merubah jadwal jam mata pelajaran dan lainnya.
  6. Peraturan Kunjungan harus diperbaharui. Ini untuk mengurangi penularan virus yang mungkn terbawa oleh orang yang berkunjung. Jika biasanya kunjungan diperbolehkan tiap pekan atau tiap bulan, kini diubah dengan tidak diadakannya kunjungan. Lalu santri dapat bertemu dengan orang tua/tamunya hanya saat dijemput sakit yang perlu perawatan di rumah dan libur semester atau libur menjelang hari raya. Sedangkan kebutuhan uang saku dan bayaran spp dapat melalui transfer.
  7. Frekwensi piket kebersihan harus ditingkatkan, untuk memastikan kebersihan kamar, kamar mandi, masjid, lapangan, saluran air dan semua lingkungan pesantren.
Wallahu a’lam